(Q.S. Al-Furqân [25]: 47)
Dalam satu hari, jantung kita berdetak kurang lebih sebanyak 100.000 kali. Sehari itu pula darah kita mengalir melalui 17 juta mil arteri yang tersebar di seluruh tubuh. Dalam aktivitas harian, kita sehari berbicara mengeluarkan sebanyak kira-kira 4.000 kata (rata-rata), dan bernapas sebanyak 20.000 kali. Aktivitas ini tanpa pernah kita hitung. Otot-otot besar kita bergerak kira-kira sebanyak 750 kali untuk berbagai keperluan harian. Sementara itu, sel otak kita sebanyak kurang lebih 14 miliar beroperasi untuk berpikir, menghafal, memproses informasi, menyimpan kenangan, dan sebagainya.
Setelah kita hitung dan ketahui angkanya sebesar itu, kita akan membayangkan betapa lelahnya tubuh ini. Jika dilakukan dalam keadaan sadar, mungkin kita tak akan sanggup menjalankan semua operasional kehidupan itu. Artinya, kita harus segera sadar bahwa tubuh kita memang bekerja keras setiap harinya dalam menjalani kehidupan ini. Oleh sebab itu, tidur adalah istirahat yang sangat baik. Di dalam tidur akan terjadi proses pemulihan sel tubuh, penambahan kekuatan, dan otak kita kembali berfungsi dengan sangat baik.
Lantas, kapan waktu yang terbaik untuk mengistirahatkan tubuh (tidur)? Suhu tubuh kita naik pada sore hari kira-kira setelah ashar sampai malam hari kira-kira tepat saat maghrib. Selain itu, suhu tubuh kita juga meningkat dari pagi hari, kira-kira mulai habis shubuh, sampai siang hari sekitar waktu zhuhur. Jika seseorang tidur pada waktu ini, ia diibaratkan sedang menentang arus, menentang sifat alami tubuh sehingga yang terjadi seseorang terasa pusing setelah bangun dan terasa kehilangan konsentrasi. Jika kita bermalas-malasan pada saat suhu tubuh optimal itu, kita akan menjadi pengkhayal dengan munculnya ide-ide yang usil. Tepat sekali jika Rasulullah saw melarang kita untuk tidur pagi hari selepas shubuh dan tidur sore hari setelah ashar.
Di luar jam-jam kurva suhu naik, kita mengalami penurunan suhu yang menjadikan tubuh ini terasa ingin malas-malasan atau kurang bersemangat melakukan aktivitas. Kita merasa lesu, mudah lelah, dan bosan, sehingga seseorang cenderung mengantuk atau konsentrasi mudah buyar. Saat seperti ini memang frekuensi gelombang otak kita dalam keadaan rendah. Pembuluh darah melebar dan mendorong terjadinya relaksasi bagi organ-organ tubuh. Inilah waktu yang disediakan oleh Allah untuk mengistirahatkan tubuh kita atau tidur, sebagaimana dalam ayat di atas. Jadi, waktu malam sekitar satu jam setelah Isya’ adalah waktu turunnya suhu tubuh dan menurunnya frekuensi gelombang otak sehingga sebaiknya kita memang istirahat atau tidur.
Saat tidur, sebenarnya kita tidak sekadar rebah, terpejam, dan berlanjut sampai pagi tanpa kesadaran. Setiap malam kita tidur dengan mengalami beberapa fase yang berbeda. Tahap pertama, disebut fase gelombang Alpha. Pada saat ini frekuensi gelombang otak kita mulai turun, dan berada di gelombang Alpha yang frekuensinya 8 sampai 12 Hertz. Tahap kedua, kita tidur mulai lebih tenang, tetapi masih mudah dibangunkan, meskipun ketika benar-benar dibangunkan belum tentu mengakui bahwa barusan sudah tertidur. Ini disebut Sleep Spindles and K-Complexes. Tahap ketiga adalah "tidur dalam" atau deep sleep. Pada tahapan ini frekuensi otak mencapai puncak terendah antara Delta dan Theta, dan di sinilah tubuh seseorang benar-benar istirahat secara total dan optimal. Tekanan darah dan detak jantung mencapai titik terendah, terjadi respirasi, perbaikan sel-sel tubuh, dan terjadi penetralan racun-racun yang dilakukan oleh organ tubuh.
Tahap selanjutnya adalah tidur REM (Rapid Eye Movement) atau tidur dengan gerakan mata cepat. Mata bergerak ke segala arah, frekuensi gelombang otak justru naik, identik dengan seseorang ketika terbangun seperti biasa tetapi belum sadar.
Ketika Allah menganjurkan bangun pada malam hari setelah tidur untuk mengerjakan shalat Tahajud, hal itu tidaklah tanpa tujuan. Bangun pada malam hari mengandung hikmah bahwa pikiran waktu itu sangat tenang setelah masa peristirahatan. Kekhusyukan itu sangat mudah didapatkan ketika manusia melakukan ibadah pada malam hari. Sebab pada malam hari, ketika sepi, secara umum aspek komunikasi akan lebih baik dibandingkan dengan yang dilakukan dalam keadaan bising atau di tengah keramaian. Selain itu, pikiran yang fresh dan belum terkontaminasi oleh rutinitas harian akan sangat membantu terciptanya kekhusyukan dalam menjalankan ibadah.
Sekian
0 komentar:
Posting Komentar